Jump to content

[Fanfict] Celestia Luna Online Alpha by Monstaa00 Updated 27/02/2016


monstaa00
 Share

Recommended Posts

Chapter 01

 

Chapter 01

Pandanganku yang samar-samar perlahan kembali menampakkan dunia padaku. Sebuah pemandangan yang sepertinya tidak asing bagiku. "Tunggu, di mana ini?" batinku. Aku memicingkan mata, mencoba mengerti akan semua yang terjadi.

"Hah?! Sejak kapan aku ada di sini?!" Aku terperanjat kaget, dengan wajah bodoh bak anak kera kehilangan induknya aku berlari dari sebuah tempat beralas batu yang tersusun dan juga dikelilingi beberapa rumah.

Nafasku terengah engah diiringi hentakan kaki yang berlari menuju jembatan agak besar yang berada di depanku, atau itu sebuah jalan keluar? Terserah. Sesekali aku menoleh ke belakang, ke tempat di mana aku tersadar tanpa tahu apa-apa. Pijakan beralas batu yang tersusun kini berubah menjadi hamparan rumput hijau juga pepohonan dan bukit. Jika itu sebuah penculikan, maka aku beruntung masih sempat melarikan diri.

"Argh!" Aku jatuh terjerembab ketika sebuah lendir bermata menabrakku dengan sengaja. "Apa-apaan ini?!" pikirku heran, maksudku mana ada makhluk semacam itu? Lendir itu mengambil ancang-ancang, begitu terlihat akan menyerangku kembali. Aku yang masih tak tahu apa-apa akan semua ini semakin panik dan memutuskan untuk lari sekencang-kencangnya.

"Persetan dengan semua ini!" Baru kali ini aku berteriak begitu keras. Tak disangka dari balik pohon muncul sosok jamur raksasa yang kembali menyerangku. Dadaku seolah dipukul karena begitu terkejutnya. "Hah?" Aku menghentikan lariku, segera berbalik dan menjauhi jamur sialan itu.

Kulewati kembali kumpulan lendir yang sebelumnya menyerangku, mereka menatapku dan mencoba tuk kembali menyerang. Bodoh, walaupun begini aku lihai dalam hal kelincahan. Entah mengapa dan apa penyebabnya, namun saat ini tempat yang kutuju adalah titik di mana aku pertamakali sadarkan diri waktu itu. "Manusia?" Kulihat juga ada seseorang di sana, tidak, ternyata ada beberapa orang di sana. Sungguh lucu aku tak menyadarinya.

"Ma ... hah-huh-hah, maaf, bisa kaujawab sedang di mana aku berada?" pintaku dengan nafas terengah-engah, jelas itu adalah sebuah pertanyaan bodoh dan tak jelas. Namun reaksinya terhadapku malah membuatku terkejut, ia tersenyum seolah mengerti akan situasiku. Aku mencoba berdiri dari yang sebelumnya menumpukan kedua tanganku pada lutut.

“Tenang-tenang, hahaha. Ternyata seorang pemain baru, ya? Wajar jika raut wajahmu menggelikan seperti itu haha,” ucap lelaki yang kutanyai tadi.

“Pemain baru?” tanyaku dalam hati.

“Kebetulan aku telah selesai berburu, menukar beberapa barang dengan keping emas tidak buruk juga. Oh, di mana sopan santunku? Perkenalkan, aku Fauru Mirage, kau bisa panggil aku sesukamu.” Ia menawarkan sebuah jabat tangan padaku dengan senyuman terpasang di wajahnya.

“Aku ... namaku ....” Tak bisa berkata apa-apa lagi ketika aku hilang ingatan mengenai siapa diriku sendiri, aku lupa siapa namaku, aku lupa siapa aku, aku tak ingat dari mana asalku.

“Pikirkan saja nama yang kausukai, itu akan jadi namamu sekarang.” Ia menyarankan.

“Monstaa00, ya, namaku Monstaa00,” ucapku menyambut jabat tangannya dengan tatapan kosong. Sebuah nama yang sering kugunakan untuk berbagai karakterku di dalam game, entah mengapa aku bisa mengingatnya.

“Baiklah langsung saja, saat ini kau berada dalam sebuah game yang bernama 'Celestia Luna Online Alpha'. Yap, kau benar-benar masuk ke dalam sebuah game. Bagaimanapun juga kau harus menerima fakta bodoh ini.” Tiba-tiba ia berubah menjadi serius, tangan yang ia silangkan mempertegas keseriusannya.

“Dunia game? Bagaimana bisa? Lalu? Tubuh asliku?!”

“Tentu saja bisa, namun entahlah semua orang yang ada di sini awalnya sepertimu. Kebingungan, panik, takut dan bahkan ada yang gila karena ini.” Lelaki itu kembali melanjutkan, sementara aku hanya memerhatikan tanpa bertanya lagi.

“Semua pemain di sini tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuh asli mereka, ada yang bilang kita telah mati dan ingatan di otak kita diubah menjadi data yang bisa terbaca oleh komputer, menghasilkan sebuah karakter dari ingatan itu sendiri. Ada juga yang bilang tubuh asli kita diculik, dibuat tertidur lalu dipasangakan sebuah alat mirip Nerve Gear dari serial animasi 'Sword Art Online'.” Kini ia terduduk di sebuah pembatas batu yang melintang di pinggir jembatan ini.

“Lalu untuk apa semua ini?” tanyaku.

“Memangnya aku tahu? Sama sepertimu, aku pun tak tahu tujuan dari semua ini. Banyak yang berasumsi bahwa kita dijadikan objek percobaan ilegal oleh ilmuwan-ilmuwan yang yang berfokus pada bidang syaraf juga manipulasi otak. Yang terpenting adalah kau harus bertahan di dunia yang sedang kaupijaki ini. Karena ada saja kemungkinan kau akan benar-benar mati dan tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh aslimu. Kepercayaan semua orang adalah kita harus menuju level tertinggi dan menyelesaikan semua misi agar bisa keluar dari permainan ini. Sehingga kau bisa kembali ke tubuh aslimu dan hidup di dunia yang lebih nyata.”

Aku merenung sejenak, sekilas ini semua bagai ilusi bodoh atau hanya mimpi di siang bolong belaka. Kutinju dengan kuat permukaan batu yang Mirage duduki.

“Ugh!” Rasanya sakit, bahkan tanganku sedikit berdarah karenanya.

Tak dapat kupungkiri lagi, aku terjebak di dalam sebuah permainan video. Sebuah game yang bernama "Celestia Luna Online Alpha", apa pun taruhannya, bertahan adalah satu-satunya pilihanku.

***

Chapter 02

 

Chapter 02

Sudah tiga hari sejak aku sadarkan diri di dunia ini, dunia yang entah bagaimana aku bisa masuk ke dalamnya. Ah, jika terus dipikirkan hanya akan membuang waktuku saja, lagipula aku bukanlah tipe orang yang suka berpikir.

“Hyaaah!”, “Bunuh yang paling dekat denganmu!” teriak Mirage padaku.

Aku melepaskan anak panah dan dengan tepat menancap pada kepala monster serigala yang tengah berlari ke arahku. Kurang dari dua meter lagi maka cakar tajamnya pasti mengoyak tubuhku, namun jik ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi maka Mirage akan ada untuk menolongku.

“Levelku sudah naik, apa selanjutnya?” tanyaku pada Mirage sembari mengambil kembali anak panah yang tertancap di tubuh Lycanthrope.

“Ya, aku tahu. Ketika beberapa pemain melakukan party maka kau akan tahu level dari rekanmu, kau tidak usah menyombongkan diri, hahaha.” Kembali ia berkata-kata menyebalkan.

Walau seperti itu, ia sudah membantuku bertahan di dunia ini dan hingga sekarang aku mencapai level tiga puluh enam. Menurutnya itu masih belum seberapa, namun ia juga bilang kecepatanku dalam menaikkan level cukup bagus untuk seorang pemula yang tak tahu apa-apa.

Kami pergi beristirahat ke sebuah pondok kayu, ia bilang itu adalah toko yang dijalankan seorang NPC bernama Hisanah yang merupakan ras elf. Kutaruh busur panahku di punggung, sementara Mirage menyarungkan pedangnya dan menaruh perisainya di punggung, aku tahu semua sudah aman jika ia seperti itu.

Jalan menuju pondok itu agak menanjak, aku yang masih kelelahan karena berburu monster-monster itu tadi cukup kesulitan dan tertinggal di belakang. “Hoi, Monstaa! Cepatlah, kau ini seperti orang tua saja,” ucapnya sambil bertolak pinggang dengan gagah karena baju zirahnya.

“Tentu saja mudah bagimu berucap seperti itu dengan STR poin yang tinggi!” gerutuku yang tergopoh-gopoh berlari kecil ke arahnya.

“Hahaha, asal kau tahu DEX poin yang kautingkatkan itu juga hebat!” balasnya. Aku berhasil menyelaraskan langkahku dengan Mirage, kami sekarang berjalan beriringan menuju pondok kayu yang dimaksud.

***

“Matilah kau makhluk neraka!” teriak seorang gadis yang membawa tongkat bercahaya.

Bola api dengan hebatnya membakar ogre yang tengah menyerang gadis itu, namun tanpa diduga sebuah kadal raksasa biru menyerangnya dari belakang. Ia terlambat menghindar dan terpental hingga akhirnya mendarat di dekat ogre yang tengah terbakar.

Gadis itu segera bangkit dengan sekuat tenaga, bahu sebelah kanannya ia pegang tanda telah terluka akibat serangan tak disangka tadi. “U-ugh ... sialan ....” Raungan menggema memekakkan telinga gadis itu, bagaimana tidak, ogre yang ia kira akan mati karena bola apinya ternyata masih bertahan dan berancang-ancang menyerangnya.

“Mustahil! Dengan jarak sedekat ini mana mungkin aku bisa lari,” batinnya.

Gadis itu menggenggam erat tongkat sihirnya, menghunuskannya pada ogre dan, “Fire Blast!” Ledakan api membunuh ogre itu sekaligus mendorong sang gadis beberapa meter.

Sempat lolos dari sentuhan maut, kini kadal raksasa berlari menyerangnya. Dengan sisa-sisa tenaga ia menghindari tubrukan itu dan menembakkan bola api hingga melenyapkan sang monster kadal. “Tch, aku kehabisan mana potion.”

Terlihat beberapa ogre dan kadal raksasa perlahan mendekat dari kejauhan, bersiap menyerang sang gadis itu yang sendirian. 

 

“Kenapa mereka tak habis-habis?!” tanya gadis itu dengan kesal.

“Hyaaah!” Gadis itu menembakkan bola-bola api dan barisan monster kini berlari menyerangnya serempak.

***

Aku bersandar di kursi panjang pondok kayu itu, ternyata ini adalah sebuah toko sekaligus tempat beristirahat bagi para pemain. “Huh! Jus apel ini luar biasa!” ucap Mirage pada gelas berisi jus apel yang baru saja ia minum.

Kami singgah di dalam pondok itu, di dalamnya terlihat seperti sebuah kafe bagiku. “Hey, apakah pengguna panah itu memang hebat seperti yang selalu kauceritakan?” tanyaku pada Mirage.

Ia masih mengunyah egg roll yang ia beli dari Hisanah, “Terlepas dari pendapat orang lain, menurutku pengguna panah itu luar biasa. Jangkauan serang mereka yang gila merupakan sebuah keunggulan, pengguna panah bisa membunuh targetnya sebelum sang target bisa menyentuh mereka. Bukankah itu asik? Hahaha, kau memilih kelas yang tepat, rogue.”

Aku memandang ke luar jendela, jus apel di atas meja belum kusentuh sama sekali. Aku hanya berpikir, “Apa tujuan dari semua ini?”

Kualihkan pandanganku pada seorang gadis di seberang ruangan, tidak terlalu jelas karena bayangan menutupinya, terserah.

“Asal kautahu saja, aku tidak memilih kelas rogue seperti yang kaubilang tadi,” sanggahku.

Mirage segera menelan egg roll itu bulat-bulat, mungkin terkejut. “M-maksudmu?!”

Aku menghela napas, “Iya, aku terbangun begitu saja ke dunia ini. Tidak ada tampilan pilihan kelas atau apa pun, bahkan tampilan seperti; health bar, mana bar, exp., map dan lain-lain muncul ketika aku berada di level enam belas. Aku kira itu sebuah bug atau semacamnya jadi kubiarkan saja.”

Bug, ya ...,” Ia mendekatkan kepalan tangannya ke dagu. Selang beberapa detik ia terlihat seperti membuka tampilan pesan antar player, dari ekspresinya saat membaca pesan bisa kusimpulkan itu adalah sesuatu yang sangat penting.

Mirage berdiri, “Baiklah kita bahas itu nanti, seseorang membutuhkanku, hehe,” ucapnya terkekeh.

Aku mengangkat sebelah alis, “Seseorang?”

“Ya, seorang mage cantik sepertinya kesulitan menghadapi beberapa monster. Aku harus segera menolong Pyuchan di Howling Cave. Oh iya, kusarankan kau berburu di Moon Blind Swamp karena mengingat levelmu saat ini dan good luck!” Sesaat setelah ia pergi ke luar pondok, kulihat segera berteleportasi ke Howling Cave yang dimaksud tadi.

“Pyuchan, seorang mage cantik ia bilang?” gumamku sambil mengaduk-ngaduk jus apel dengan sedotan.

Terpaan sinar senja kini menutupi daerah Tarintus, aku yang memandang ke luar jendela dapat dengan jelas melihat tergelincirnya sang mentari, perlahan meredup dan digantikan oleh hamparan bintang yang setia menghiasi langit. Kurasa menginap di pondok ini bukanlah hal yang buruk, tidur di bangku sudah sering kulakukan saat masih sekolah, jadi ini hal yang biasa bagiku.

Entah mengapa tapi perasaanku mengatakan seolah ada yang menatapku sedari tadi, aku berhenti menatap ke luar jendela dan tanpa kusadari seorang gadis berambut biru langit tengah menatapku aneh sambil bertolak pinggang.

“Eh?!”, “aduh!” Kepalaku terbentur karena terkejut akan ia yang menatapku begitu dekat dengan wajah imutnya, jaraknya denganku yang sedang duduk hanya setengah meter, aku yakin siapa pun akan terkejut karenanya.

“Aku! PinkChoco!” Gadis itu menawarkan jabat tangan padaku sambil setengah berteriak, aku hanya keheranan dan berpikir; “Apa yang telah kulakukan sampai gadis imut—maksudku gadis ini marah padaku?”

“A-aku, M-monstaa00, ehehehe.” Ya ampun, aku sungguh payah ketika berhadapan dengan seorang gadis.

***

Chapter 03

 

Chapter 03

“Kau aneh!” Tiba-tiba saja ia berkata seperti itu, apa-apaan ini?

“Maksudmu? Aneh?”

“Ya, kau aneh! Tidak memilih kelas kaubilang?” tanyanya yang kini menyilangkan kedua tangan.

Pondok kayu yang hanya ditempati kami berdua dengan Hisanah membuat suara PinkChoco begitu menggema dibuatnya. Kupikir bug seperti ini wajar-wajar saja dan tidak perlu dipermasalahkan, namun reaksi Mirage dan gadis dengan rambut biru ini membuatku ikut penasaran.

“Kau lebih aneh, namamu PinkChoco tapi yang kulihat di sini semuanya berwarna biru, bahkan sampai rambutmu berwarna biru!” Aku mencoba menyaingi kekanak-kanakannya, kurasa ini yang dia inginkan.

Tanpa jeda apa pun tiba-tiba ia menghunuskan sebuah anak panah padaku, “Whaaat?!” Aku berteriak kaget dan sedikit mundur.

“Jangan! Pernah! Permasalahkan! ITUUU!!!” Tatapannya juga nada bicaranya yang menyeramkan membuatku diam bergidik tak mampu berkata lagi.

“Eh? O-oke, hehe” Kedua telapak tangan kuperlihatkan tanda berdamai dengannya.

***

“Argh!”, “Hyargh!”

Seorang lelaki berjubah hitam mengayunkan pedangnya pada lelaki lain berzirah perak, dengan kewalahan Zirah Perak menangkis serangan itu menggunakan tamengnya. Sempat terdorong beberapa meter karena serangan Jubah Hitam, Zirah Perak kini berlari, bermanuver dan bermaksud menusuk jubah hitam tepat di dadanya.

Berhasil, Jubah Hitam tertusuk di dadanya. Namun ini bukanlah sebuah kemenangan, tampak memang sengaja jika Jubah Hitam membiarkan dirinya terserang, Zirah Perak yang baru menyadari ini dan tengah menusuk dada sang Jubah Hitam membuat sebuah kesalahan.

“Bodoh ...,” bisik sang Jubah Hitam, beberapa tetes darah mengalir dari mulutnya.

Zirah Perak mencoba menarik kembali pedangnya, namun tangah kiri Jubah Hitam menahannya. Tendangan telak ke tubuh Zirah Perak membuatnya terpental hingga tertelentang, ia mencoba berdiri kembali namun Jubah Hitam menginjak tubuhnya hingga ia tak mampu menahan berat lelaki yang baru saja ia tusuk itu.

Masih dengan sebilah pedang menancap di dadanya, “Uhuk! Uhuk! Ingatlah ini dan takutlah akan kekuatanku, merupakan sebuah kehormatan bagiku bisa membunuh ketua guild terkenal sepertimu! Uhuk! Uhuk! Hey, ingatlah namaku dan bawa ke neraka bersamamu, sampaikan pada malaikat hitam bahwa yang membunuhmu adalah ... Kurokichi!!!” Sang Jubah Hitam menebas leher lelaki berbaju zirah perak itu dengan tawa, darah merah pekat terciprat di mana-mana.

***

Sinar hangat perlahan menyusupi sela-sela dinding kayu pondok ini, mentari pagi Tarintus segera membangunkan mereka yang tengah terlelap sebelumnya. Aku terbangun ketika sebelumnya tertidur dengan wajah bersandar ke meja, persis yang biasa anak-anak sekolah lakukan. Kulihat PinkChoco masih terlelap di depanku, wajahnya bersandar juga pada permukaan meja namun menghadap ke samping.

Perbedabatan malam tadi sepertinya cukup menguras tenaga, aku masih ingat tentang bagaimana gadis keras kepala ini mempertahankan argumennya. “Sudah kubilang, karaktermu ini milik orang lain!” Begitu jelas terbayang bagaimana ia berteriak malam tadi, kini pikiranku penuh dengan dirinya dan perkataannya. Jangan salah paham dulu! Aku hanya penasaran dengan apa yang terjadi dengan karakterku, tidak lebih.

Inti yang bisa kuambil dari perkataan PinkChoco adalah; karakterku mengalami bug yang biasa terjadi di permainan video pada umumnya, itu adalah kemungkinan pertama yang bisa aku terima. PinkChoco berkata lain, ia bilang karakterku pernah dimainkan oleh orang lain, itulah sebabnya aku terbangun dengan memiliki kelas rogue. Ya, apa pun itu tidak terlalu penting bagiku, namun gadis yang tengah tertidur ini begitu penasaran dengan apa yang terjadi denganku, ia bilang karakterku unik.

“Umm, Hisanah,” ucapku pada gadis elf berbaju merah yang merupakan pemilik pondok kayu ini.

Ia segera mendatangiku, rambut pirang panjangnya tampak berkilauan ketika sinar mentari pagi merabanya.

“Ya, Monstaa?”

“Aku ingin memesan dua pancake dan dua coklat panas,” pintaku.

“Mmm! Baiklah!” Dengan cepat ia menuju dapur untuk membuatkannya.

“Oh iya, antarkan nanti saja jika gadis ini sudah bangun, aku akan ke sumur sebentar.”

Terlihat ia mengangguk, udara pagi di Tarintus begitu menyejukkan dada. Seolah tidak ada polusi sama sekali di sini, tunggu, bagaimana aku bisa tahu mengenai polusi udara sementara aku sendiri tidak mengingat siapa diriku? Entahlah, kadang aku memiliki beberapa keping ingatan yang tiba-tiba saja datang padaku.

Air yang cukup dingin membasahi wajah juga rambut coklatku, tidak terlalu jauh ada sekumpulan monster berbentuk peti harta karun yang berkeliaran. Aku tidak tertarik untuk berburu saat ini, walau tujuanku adalah mencapai level tertinggi dan keluar dari permainan ini, tapi setidaknya satu hari tanpa berburu bukanlah hal yang begitu buruk.

Kembali aku duduk di bangku tempat aku tidur tadi, PinkChoco juga duduk di bangku yang berada di hadapanku dan sebuah meja memisahkan kedua bangku itu.

“Haaah, aku tidak tahu jika seorang gadis butuh tidur yang lama,” gumamku yang kini menyandarkan kepala ke atas meja, wajahku dan wajahnya kini berhadapan sangat dekat.

Bisa kulihat dengan jelas rambutnya yang berwarna biru muda, begitu menakjubkan pikirku. Aku masih belum terlalu mengenal gadis ini, namun di satu sisi gadis ini begitu penasaran dengan karakterku. Sifatnya yang sedikit kekanak-kanakan membuatnya lebih mudah untuk akrab denganku.

“Uhm ....”

Perlahan PinkChoco membuka matanya, kami saling menatap satu sama lain selama beberapa detik.

“...” hening.

“Hiiih!”, “plak!” Ia menamparku dan langsung terduduk, wajahnya memerah dan kulitnya yang putih membuat ia terlihat seperti udang rebus bagiku.

“Apa salahku?!” Aku protes padanya sambil mengusap-usap pipiku yang kini ada bekas tamparan dirinya.

Ia mengerutkan kedua alisnya, tanda begitu marah padaku?

“Apa yang telah kaulakukan padaku?!”

“Haaah?!” tanyaku dengan mulut menganga, tak mengerti apa yang baru saja ia ucapkan.

“Lupakan!” Ia segera pergi ke luar pondok, langkahnya yang cepat membuat lantai kayu ini berderit.

Selang beberapa detik ia kembali dengan wajah basah dan kembali duduk di hadapanku menyilangkan kedua tangannya, terus saja ia memandang ke luar jendela sambil cemberut terpasang di wajahnya.

“Hey, sinar matahari tepat mengenai wajahmu, tidak silau?” tanyaku dengan sedikit mengejek.

Ia sedikit terkejut dan melirikku dari ekor matanya, “Berisik,” timpalnya yang langsung mengalihkan wajah dari jendela.

“Aneh ...,” pikirku yang masih mengusap-usap pipi.

Hisanah datang membawa pesananku, PinkChoco yang sebelumnya cemberut berubah seratus delapan puluh derajat dan kini matanya berbinar akan segelas coklat panas yang telah kupesan untuknya.

“U-un-untukku?” tanyanya kikuk tanpa mengingat apa yang telah ia lakukan padaku.

“Y-ya, tentu saja. Ada pancake juga yang telah kupesan untukmu, kupikir kau lapar.” Tanpa berkata yang aneh-aneh sepertinya aku akan aman.

Wajahnya melukiskan senyuman bahagia dari gadis yang kelaparan, “Hwaaa!” Ia langsung melahap pancake dan coklat panas itu secara bergantian tanpa jeda.

“Egh ... tidak ada bedanya dengan monster hutan,” gumamku.

Padahal begitu pelan kuucapkan namun ia mendengarnya dan menghunuskan pisau makan padaku, “Nyaaa!” teriakku payah takut akan amukan gadis ini lagi, ia menurunkan pisaunya dan kembali makan.

“Huh ...,” ucapku lega.

“Terima kasih.” Ia akhirnya jinak.

Aku tak mau mengusiknya lagi, sarapan dengan damai kini menjadi misi utamaku, yang benar saja.

“Moon Blind Swamp bukanlah tujuanmu.” Tiba-tiba PinkChoco memberitahuku.

Aku yang telah menghabiskan makananku sedikit tak mengerti, “Maksudmu?”

Ia meneguk coklat yang kini telah hangat sekaligus, “Puk!” Dasar dari gelas ia hantamkan ke meja, sungguh bukan kelakuan dari seorang gadis.

“Ya, jika kau ingin cepat menaikkan level maka burulah monster yang melebihi levelmu. Exp dan gold yang didapat akan jauh lebih besar,” tambahnya sambil mengusap bekas coklat di bibirnya.

“Tentu saja lebih sulit mengalahkannya, aku bisa mati konyol jika seperti itu,” tambahku.

Kami beranjak pergi dari pondok kayu itu, hangatnya sinar matahari bisa kurasakan mengisi tenagaku untuk hari ini. PinkChoco yang berdiri di sampingku terlihat tengah memeriksa pesan antar player.

“Jadi, map mana yang kau maksud itu?” tanyaku padanya. Ia menutup tampilan pengguna dan mengalihkan pandangannya padaku.

“Red Orc Outpost! Di sana ada Orc Warrior dengan level empat puluh satu, kau bisa dengan cepat menaikan level jika memburu mereka!” serunya dengan penuh semangat. Aku sedikit heran akan yang baru saja ia ucapkan.

“Hah? Empat puluh satu katamu? Lima level lebih tinggi dariku? Beberapa serangan akan langsung membunuhku!” Aku menyanggah sarannya.

Ia menggelengkan kepala, seolah menyiratkan betapa bodohnya aku. “Hentikan itu, kau membuatku terlihat bodoh,” pintaku.

“Apa kaulupa dengan fitur party dalam game ini?” Ia bertanya padaku sambil bertolak pinggang, aku teringat saat pertama kali bertemu dengannya.

“Monstaa! “ Ia memecah lamunanku.

Aku tersadar dan menanggapinya, “Y-ya? Oh party? Percuma, rekanku sedang ada urusan dengan player lain.”

Ia tiba-tiba membuang pandangannya, “Kau bisa party bersamaku,” ucapnya dengan wajah yang kembali memerah.

Aku tidak mengerti mengapa ia bisa memerah lagi, namun aku tak mau membuatnya mengamuk lagi.

“Kau serius?”

“Tentu saja, tapi sekarang kita harus ke Alker Harbor dulu.”

“Oh, baiklah, kapan pun kau siap!” seruku dengan mengacungkan jempol kaki, bercanda, jempol tangan.

"Sret!" PinkChoco tiba-tiba menarikku ke belakang sumur, kami berdua berlindung dan tembok sumur menutupi kami. Aku yang tak mengerti apa-apa mencoba mencari sebuah jawaban, “Monster?!” tanyaku.

“Bukan, lebih buruk, PK ....” Ia berkata pelan sambil pandangannya tertuju pada seorang lelaki berjubah hitam dengan aura merah yang tengah berjalan di kejauhan.

“P-penjahat kelamin?”

Plak!” Ia kembali menamparku, “Egh! Aduh!”

Player Killer!” ucapnya dengan penuh gelisah, “Seorang pembunuh player lain, kau bisa benar-benar dihapuskan dari dunia ini jika terbunuh olehnya!”

“Ada yang seperti itu, ya?” gumamku.

Ia mengeluarkan sebuah gulungan yang berfungsi untuk meneleportasikan kami ke map lain.

“Alker Harbor!” teriak PinkChoco tergesa-gesa, seketika cahaya putih mengelilingi kami saat itu juga.

***

Chapter 04

 

Chapter 04

Tanah bersalju kini menjadi pijakanku, Alker Harbor menyambutku dengan udaranya yang cukup dingin menjamah seluruh tubuh. Jujur baru kali ini aku ke tempat ini, walau kini levelku sudah tiga puluh enam namun dari awal hingga sekarang yang kulakukan hanyalah berburu dan terus berburu. Tentu saja karena Mirage bilang padaku bahwa siapa saja yang berhasil mencapai level tertinggi bisa keluar dari game ini, maka hal itu membuatku tak tertarik untuk mengunjungi map yang tidak ada monster di dalamnya, termasuk Alker Harbor ini.

“Sebisa mungkin kau harus menghindari PK,” PinkChoco berkata dengan serius sambil memandang jauh, baru kali ini kulihat ia begitu serius dalam kata-katanya.

Aku tak mau memperkeruh keadaan, mungkin saja ada sebuah luka yang belum kering pada hati PinkChoco. 

 

“Aku tak mau melihat seseorang mati di depan mataku untuk kedua kalinya,” lanjutnya. Sudah kuduga.

“Hahaha, aku tak akan sebodoh itu, tenanglah!” seruku meyakinkannya.

Ia tersenyum kecil, membuatku mematung bagai terkena serangan jantung.

“Baiklah, ikut aku. Ada beberapa barang yang harus kuambil jika kita ingin berburu.”

“O-oke,” sahutku yang langsung mengikuti langkahnya.

Terlihat banyak orang berkumpul di tengah-tengah Alker Harbor, tak jauh dari sebuah bangunan bertuliskan “Warehouse” di atasnya. Aku tak terlalu jelas mendengar apa yang mereka bicarakan, namun dari raut wajah semuanya bisa kusimpulkan bahwa sebuah masalah besar telah mereka hadapi.

PinkChoco tidak menghiraukan mereka, ia hanya berjalan lurus ke arah seorang gadis kecil bergaun oranye dengan rambut diikat dua. Berbeda denganku yang begitu penasaran akan apa yang mereka bicarakan, perlahan kudekatkan diriku, namun dengan lagak yang seolah tak peduli.

Seorang lelaki dengan pedang besar terlihat menyampaikan argumennya,” Sudah yang ketiga kali di minggu ini dan ini adalah yang terparah.”

“Kita tidak bisa membiarkan orang yang membunuh Ketua berkeliaran seenaknya! Ia harus membayar perbuatannya!” Lelaki lain dengan kapak berteriak paling keras, air mata terlihat di matanya. Kupikir ia adalah seseorang yang dekat dengan sang korban. Gadis di sampingnya mencoba untuk menenangkan lelaki itu yang kini berlutut dalam kekecewaan dan duka.

“Ya, aku mengerti jika yang telah ia bunuh adalah ketua guild-mu. Tapi aku juga tidak bisa mengorbankan keselamatan guild-ku untuk membantumu, kita harus mencari seseorang berlevel tinggi untuk memburunya dan itu adalah pilihan paling aman untuk menghentikan semua ini,” tambah lelaki dengan pedang besar itu.

Semua terlihat saling berdiskusi satu sama lain, sekumpulan orang yang kuduga adalah anggota dari guild yang terbunuh ketuanya terlihat begitu bersedih dan saling menenangkan satu sama lain. Mereka yang kemungkinan anggota guild lain mencoba tuk mencari jalan keluar.

“Bagaimana dengan mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya lalu kita pergi mengalahkannya?” tanya seorang yang lain.

“Jangan bodoh, rata-rata level kita adalah lima puluh. Ketuamu yang berlevel tujuh puluh enam saja bisa ia kalahkan, apa kau tidak berpikir betapa kuatnya PK itu?” sanggah lelaki yang kurasa adalah ketua guild lain.

Pandanganku memang tertuju pada PinkChoco yang tengah sibuk dengan barang-barangnya di gudang, namun pendengaranku terfokus pada pembicaraan sekumpulan orang ini. Kulihat PinkChoco selesai dengan urusannya, ia menatapku dan mengisyaratkan bahwa aku harus segera mendatanginya.

Ada sebuah jendela tampilan muncul, PinkChoco ingin melakukan trade denganku dan kusetujui itu. Sebuah panah abu-abu bercahaya dan beberapa health potion diberikan padaku.

“Eh? Apa kau serius?” tanyaku sedikit tak percaya.

Ia kini memasang wajah seram lagi, “Kaupikir aku sedang melawak? Tentu saja ini serius!”

“Ehehe, baiklah terima kasih. Berapa banyak yang harus kubayar?”

Ia memalingkan wajahnya, “Jangan mati dan lindungi aku saat berburu nanti, itu cukup.”

“Mudah sekali, hahaha.”

“Jangan terlalu percaya diri dulu! Jika kau berteriak minta tolong, aku hanya akan menertawakanmu!” Ya ampun, dia memang galak.

Kami berdua hendak berjalan menuju toko, bermaksud membeli beberapa keperluan dan gulungan untuk berteleportasi ke map lain. Sekumpulan orang tadi yang kudengar pembicaraannya kami lewati, bermaksud tak ikut campur, namun sebuah kata-kata membuat bibirku terpaksa berkata, “Kemungkinan kecil bukan berarti tidak ada kemungkinan sama sekali atau nol. Aku melihat lelaki berjubah hitam dengan aura merah di Tarintus beberapa menit yang lalu, pergi kesana jika memang kalian ingin memburunya sekarang,” ucapku pada mereka lalu kemudian berlalu.

“Pssst! Apa yang kaulakukan?!” PinkChoco menyikutku.

Aku hanya berjalan lurus dengannya, “Tentu saja membantu mereka yang ditinggalkan.”

Tanpa kuduga sebelah bahuku ditahan oleh seseorang, aku berbalik dan ternyata ia adalah lelaki dengan kapak yang sebelumnya menangis. Mereka yang berkumpul semuanya menatap padaku, terlihat seperti menaruh sebuah harapan, aku tak tahu jika ucapanku akan membuat keadaan seperti ini.

“Tarintus? Apa kau yakin? Tolong bantu kami, kau akan mendapat bayaran berapa pun! Kumohon!” pintanya padaku dengan wajah memelas.

Tiba-tiba PinkChoco menarik bajuku pelan, ia menundukkan wajahnya dariku seolah mengisyaratkan untuk segera pergi dari sini. Aku sedikit mengerti akan apa yang ia maksud dan memenuhi keinginannya, bagaimanapun juga aku berutang sebuah panah padanya.

“A-aku akan memikirkannya nanti, maaf karena saat ini ada urusan yang harus kuselesaikan,” jelasku pada lelaki itu dan perlahan berjalan pergi bersama PinkChoco.

Ia tidak terlalu memaksaku dan sepertinya mengerti, “Baiklah, tapi datanglah ke sini jika kau berubah pikiran. Kami membutuhkan bantuan sebanyak-banyaknya dan juga dari siapa pun.” Sebuah pesan untukku.

Memang agak berat membiarkan mereka berjuang sendiri, di satu sisi aku juga tidak bisa seenaknya mengacuhkan PinkChoco. Saat ini bajuku masih ditarik oleh PinkChoco yang berjalan mendahuluiku, rasanya aku seperti hewan peliharaannya saja.

“Terlalu berbahaya, kau hanya akan membunuh dirimu sendiri ...,” gumamnya pelan lalu kemudian menghentikan langkah.

Kami berdua kini ada di bawah bayang-bayang pohon dekat toko yang sebelumnya menjadi tujuan PinkChoco, ia berdiri di hadapanku dengan wajahnya yang masih tertunduk dan masih menarik bajuku dengan genggamannya.

“Levelmu masih belum cukup jika harus berhadapan dengan seorang PK, setidaknya ketahui batasanmu.” Entah mengapa namun ia begitu memperingatkanku untuk tidak berurusan dengan PK.

“Hey, tenanglah, sudah kubilang aku akan baik-baik saja,” ucapku sambil mengusap-usap puncak kepalanya.

Ia sedikit terkejut dan segera melepaskan bajuku yang sebelumnya terus ia genggam, “Eh?! Ahahaha kupikir saatnya untuk berburu, hehe," ucapnya yang tiba-tiba mengipas-ngipas wajah

“Hah?” pikirku.

***

“Zraaash!” Pedang tajam menebas tubuh lelaki berpaiakan abu-abu. Rekan-rekan lelaki yang baru saja ditebas itu mencoba melawan dengan busur panah, tongkat sihir, pedang, kapak juga gada. Tombak-tombak es yang meluncur menuju lelaki pembunuh itu dapat dihindari walau ada beberapa yang menggores bahunya, dengan wajah datar lelaki itu mengayunkan secara vertikal pedangnya dan seketika gelombang api menyambar lawannya hingga baju besi yang dikenakan rusak sebagian.

“Jubah Hitam! Kau kalah jumlah! Menyerahlah dan hentikan kelakuan kejimu!” teriak seorang perempuan berambut ungu dengan tameng dan pedang.

Sang Jubah Hitam terkekeh,”Ahahaha! Menyerah kaubilang? Berapa pun orang yang kalian bawa untuk menyerangku, tetap tak berpengaruh padaku!” Jubah Hitam menebas udara secara menyilang dan gelombang api tercipta, bergerak sangat cepat menuju mereka yang ada di depannya.

Repulsor Field!” Sihir penghalang menciptakan pelindung berbentuk kubah, beberapa mage juga menguatkan pelindung itu. “Wush!” Jubah Hitam melancarkan serangannya lagi, seketika saat itu juga pelindung sihir retak dan pecah, menghempaskan mereka yang sedang berlindung.

Para knight segera maju ke depan, berlari dengan pedang terhunus dan tameng yang kokoh terpasang. Jubah Hitam sudah sedari tadi berlari menyerang, ia mengambil langkah berkelok, menghindari tusukan pedang besar yang menuju ke arahnya.

Ctang!” Anak panah dengan sigap ditangkis oleh Jubah Hitam lalu kemudian ia memutar badan, menciptakan momentum kuat untuk tebasan pedangnya yang dahsyat. Dua knight terputus lehernya akibat tebasan cepat itu, menyemburkan darah merah pekat dan sedikit menciprat pada kaca mata sang Jubah Hitam.

Senyum menyeringai seketika terpasang di wajah pembunuh ini, mereka sang lawan yang menyaksikan ini dibuat tak berdaya karenanya. “Aaa!!!” teriak histeris gadis mage di belakang. Siapa yang tak tahan melihat langsung kepala yang dipisahkan dari tubuhnya?

“Biadab! Persetan denganmu!” Satu knight dan dua rogue yang tersisa di barisan depan menyerang tanpa ampun, gerakan lincah rogue membuat Jubah Hitam sedikit kewalahan. Pisau berhasil menusuk bahunya, berikutnya pedang knight bercahaya menyerangnya, sontak Jubah Hitam menahannya dan terpental beberapa meter.

Pedang tajam Jubah Hitam ditancapkan ke tanah, menimbulkan retakan menjalar di tanah dan dengan cepat menuju tiga mage juga satu archer di depan sana, ledakan hebat menyebabkan mereka tak bisa bangkit lagi. Keadaan ini memaksa knight dan dua rogue yang tersisa di barisan depan harus bertarung tanpa perlindungan.

“Kalian hanya membuang waktuku ...,” bisik Jubah Hitam. Ancang-ancang ia ambil,”Inferno thrust!” teriaknya dan badai api menyelimuti Jubah Hitam, jilatan-jilatan api membakar dua rogue yang mencoba menikamnya.

Knight yang tersisa terkejut, “Zhurp!” Pedang tajam sang Jubah Hitam menusuk dada knight yang malang. Tak sampai di situ, Jubah Hitam mutar pedangnya yang tengah tertancap sehingga menciptakan luka yang lebih besar diiringi jilatan api yang juga berasal dari pedangnya.

“K-Ku-Kuro ... Kurokichi ... mengapa kaulakukan ... ini?” tanya knight tadi dengan terbata-bata, ia masih tertusuk oleh pedang sang Jubah Hitam.

Kurokichi yang berada di depannya berbisik, “Apa aku mengenalmu?” Kemudian pedang tajamnya ia tarik, menghempaskan knight yang kini ambruk tak bernyawa.

“Sengaja kubiarkan kau hidup, Archer,” ucap Kurokichi pada pengguna panah yang tumbang dan menyeret tubuhnya sendiri pergi dari panggung berdarah ini.

“Umumkan pada dunia- ... apa pantas tempat ini disebut ‘dunia’?” gumamnya, “Sampaikan pada semua yang kautemui bahwa Jubah Hitam Kurokichi menunggu mereka siapa pun yang siap untuk mati!”

***

 

Chapter 05

 

Chapter 05

 

“Kau harus menaikkan levelmu dulu sebelum bisa menggunakan busur panah yang kuberikan sebelumnya, naik beberapa level sekaligus itu cukup berat, jadi kita harus berburu monster sebanyak mungkin.” Jelas PinkChoco padaku yang memerhatikan jendela tampilan item storage milikku.

 

Red Orc Outpost menyambut kami dengan hembusan angin malam yang menusuk tulang, bukan hal bersahabat bagiku yang tak terlalu kuat menahan dingin. Sebuah kain merah tua kulilitkan di leher, mencoba tuk tetap hangat bagaimanapun caranya.

 

Sebuah lembah adalah tempat kami sekarang berada, bukit menjulang tinggi di kiri dan kanan, menyisakan sebuah jalan bagi siapa pun yang ingin melintasinya. Baru kali ini kulihat PinkChoco memakai pakaian tempurnya, light armor berwarna biru tua lengkap dengan busur panah perak seolah menghilangkan segala kesan kekanak-kanakan pada dirinya.

 

“Perbedaan level kita dengan monster di sini cukup jauh, tetap jaga jarak aman dan perhatikan sudut yang sekiranya akan menjadi tempat monster muncul.”

 

“Harusnya aku yang berkata seperti itu, lagipula kita berdua adalah pengguna panah, jadi soal menjaga jarak adalah sebuah hal yang mutlak harus kita lakukan!” sanggah PinkChoco padaku.

 

Kesan serius pada dirinya runtuh seketika, bagaimanapun juga ia tetap gadis kekanak-kanakan dalam baju tempur. Kami berdua mulai bergerak dan bersiap dengan busur panah masing-masing, membidik orc merah yang tengah berjaga di sekitar tumpukan batang pohon.

 

“Aku akan membuka serangan, bidik tepat di kepala karena itu akan memberi damage lebih,” bisik PinkChoco yang tengah menarik tali busurnya, siap melesatkan anak panah mematikan.

 

Shurp!” Anak panah PinkChoco tepat mengenai kepala orc merah itu, membuatnya geram dan mulai berlari ke arah kami. HP bar musuh seketika terlihat saat itu juga, tampak dua puluh persen darinya telah hilang karena tembakan PinkChoco.

 

Anak panah berjumlah tiga kulesatkan sekaligus, entah mengapa aku bisa melakukannya begitu saja. Cahaya putih yang sebelumnya tiba-tiba memancar dari busur panah kini mengiringi kedua anak panahku, tanpa jeda orc merah itu terpental dan HP bar langsung menuju nol karena seranganku.

 

Critical!” seruku dengan kepalan tangan, tanda berhasilnya kami.

 

Kulirik PinkChoco dan mendapati dirinya dengan raut wajah yang seolah tak percaya akan apa yang kulakukan.

 

“Apa-apaan itu? Skill apa ituuu?!” teriaknya yang langsung menarik bahuku. “Ajari aku, Monstaa!”

 

Aku sedikit bingung, “Eh? Entahlah, itu terjadi begitu saja, hehe.”

 

Ia memasang wajah memelas dengan mata berbinarnya, membuatku tak bisa menolak akan apa yang ia minta, “Egh, baiklah, baiklah, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengajarkan sebuah skill pada orang lain.”

 

“Sebutkan saja bagaimana kau bisa mendapatkan skill itu, apa namanya?” Ia mulai tidak fokus dengan tujuan awal kami, berburu untuk menaikkan level.

 

“Tiba-tiba terjadi begitu saja barusan, aku bahkan baru tahu jika ada sistem skill dan semacamnya,” jelasku.

 

PinkChoco menggeleng-gelengkan kepala, menyiratkan betapa bodohnya aku.

“Sudah kubilang hentikan itu,” pintaku padanya.

 

“Akan memakan waktu yang lama jika harus menjelaskan semuanya padamu, lebih baik kita naikkan level dulu untuk saat ini, hahaha.” Sepertinya ia merendahkanku, lagi.

 

Kudengar hal yang tak biasanya tak terlalu jauh dari tempat kami, dengan ekor mataku kulihat beberapa orc melepaskan anak panahnya. Seketika kudorong tubuh PinkChoco menjauhiku, membuatnya jatuh terduduk begitu pun denganku yang mengambil lompatan ke belakang.

Enam anak panah, mungkin lebih melesat di tempat kami berdiri sebelumnya. Tak habis pikir bagaimana jadinya jika aku telat bertindak.

 

“Amankan posisimu! Biar aku yang tangani!” Aku berteriak pada PinkChoco sambil melesatkan anak panah pada sekumpulan orc, serangan anak panah mereka kuhindari dengan mengambil langkah cepat ke samping lalu kemudian kubalas dengan anak panahku.

 

Tersisa empat orc lagi, tiga di antaranya menggunakan pedang dan berlari ke arahku. Sebisa mungkin kujauhkan pasukan orc ini dari PinkChoco, berlari menjauhi tempat kami sebelumnya sambil menyerang kini kulakukan.

 

Tebasan pedang kutangkis dengan busur panah, segera kutusuk orc itu dengan anak panah yang kugenggam. Tersisa tiga lagi dan yang paling menyusahkan adalah satu orc pengguna panah yang terus menyerang dari kejauhan.

 

Aku tidak tahu di mana PinkChoco berada sekarang, tak apa, yang penting ia selamat. “Argh!” Pedang dari orc lainnya menyayat lengan kananku, tak kusangka ia ada di sana. Tendangan tepat ke arah pelipisnya kulancarkan, membuatnya terhuyung dan langsung kulanjut dengan anak panah menancap di kepalanya.

 

Nafasku sedikit terengah-engah, bagaimanapun juga bertarung jarak dekat bukanlah keahlianku. Kudengar suara ambruknya badan di belakangku, satu orc pengguna pedang mati dengan anak panah di punggungnya.

 

“Bagaimana mungkin aku hanya berdiam diri dan membiarkanmu kewalahan dengan wajah bodohmu itu?!” teriak PinkChoco yang bertolak pinggang, terlihat orc pengguna panah yang telah ia lumpuhkan berbaring di sampingnya, aku hanya tersenyum lalu kemudian menghampirinya.

 

Malam yang dingin tak membuat kami bergidik untuk terus berburu, kolaborasi dari serangan cepat PinkChoco critical dariku menciptakan sebuah harmoni mematikan bagi monster apa pun yang ada di hadapan kami.

 

Sudah beberapa kali level kami naik, namun belum cukup bagiku untuk bisa menggunakan busur panah pemberian PinkChoco, kurasa ada yang aneh dengan busur panah itu, entahlah.

 

“Hey, dari mana kau dapat busur panah itu?” tanyaku padanya yang baru saja membunuh orc lainnya.

 

Ia menoleh,” Maksudmu?”

 

“Busur panah yang kauberikan padaku, di mana kau mendapatkannya?”

 

Sepertinya beristirahat sebentar adalah hal yang tidak terlalu buruk untuk saat ini, mengingat telah begitu banyak monster yang kami buru sebelumnya.

 

PinkChoco memandang langit, terlihat ia berusaha mengingat sesuatu. “Kurasa aku mendapatkannya dari monster yang kuburu bersama teman-temanku, tempat pastinya aku lupa. Memangnya ada apa?” Ia kini memandangku.

 

Kusilangkan kedua tangan, berjalan mondar-mandir di depan PinkChoco yang duduk memerhatikanku. “Brug!” Aku terjerembap karena ulah usil PinkChoco yang tiba-tiba melintangkan kakinya.

 

“Jangan mengabaikanku!”

 

“Aduh, iya-iya,” jawabku yang langsung duduk di dekatnya.

 

“Apa kau tidak merasa aneh ketika mendapatkan item dengan level tinggi padahal monster yang kau bunuh tidak jauh berbeda levelnya denganmu?”

 

Ia sedikit terkejut, bisa kulihat dari raut wajahnya yang tiba-tiba serius. Jika dipikir lagi, ia mendapatkan busur panah itu saat masih level dua puluh dan batasan level untuk menggunakan busur panah itu minimal level empat puluh lima, cukup janggal jika bukan sebuah kebetulan atau bug lainnya.

 

“Kyaaa!” teriakan histeris memecah keheningan malam di Red Orc Outpost saat itu juga. Kami berdua segera berdiri dan memandang jauh ke sumber teriakan itu. Entah mengapa jantungku berdebar kencang sekarang, rasa khawatir yang tak dapat dijelaskan menyelimutiku sekujur tubuh. Dengan kemampuan mata elang, kami-pengguna-panah bisa dengan jelas mengetahui bahwa ada sebuah pertarungan di kejauhan sana.

 

“Kita bahas soal busur aneh itu nanti!” ucap PinkChoco yang langsung berlari menuju pertarungan jauh di sana. Aku tak tinggal diam dan segera menyusulnya, jalan yang menurun membuatku tersandung beberapa kali. Tak kusangka kecepatan lari PinkChoco bisa sekencang itu, menyamainya saja aku tak sanggup.

 

“M-mustahil ...,” bisik PinkChoco yang kemudian jatuh berlutut karena apa yang telah ia lihat di kejauhan sana.

 

Kami masih cukup jauh dari pertarungan itu dan belum diketahui oleh siapa pun di sana, batang pohon melindungi kami dengan bayangannya.

 

“Hey, ada apa denganmu?” tanyaku yang memegang kedua bahunya, ia terduduk merenung dan lemas seolah jiwanya terenggut oleh sesuatu di depan sana.

 

Aku pernah melihat ia yang seperti ini sebelumnya, “Mungkinkah?” tanyaku dalam hati.

 

Kualihkan pandanganku darinya menuju pertarungan hebat di sana, jantungku berdebar tatkala kudapati sosok yang selalu diperingatkan PinkChoco untuk menjauhinya, sang Jubah Hitam.

 

Note: 

Sebuah fanfict Celestia Luna Online Alpha, jika ada yang bertanya mengapa begitu mirip dengan jalan cerita dari "Sword Art Online" hal ini dikarenakan aku memang terinspirasi dari sana dan mencontoh modelnya. Namun hal ini bukanlah sebuah aksi plagiarisme atau penjiplakan.

Setelah hiatus dua tahun, akan coba kulanjutkan kembali.

  • Upvote 4
Link to comment
Share on other sites

  • Administrator

Very well written, monstaa00, and with good grammar so you can translate it easily!

 

This is not spam so you can continue writing your story without fear. You can edit your 1st or second post to add your chapters.

You can also put each chapter inside a spoiler

[spoiler]text here[/spoiler]

so the reader can read each chapter in a single post.

  • Upvote 1
Link to comment
Share on other sites

Updated! Yeay, ya!

draw me like one of your french girls please, eh

I mean, put me into your story please *kisses*

:wub:

Wat deff??? hahaha

lanjutkan monstaa~ :P

Well, at last the PK showing himself :D

its Ninanyan , bikin jadi peran jahat aja biar seru muahahahah <3

I'll try ^^ Edited by Eon
Multi-posting
Link to comment
Share on other sites

  • 2 weeks later...
  • 4 weeks later...
  • Orange unlocked this topic
 Share

×
×
  • Create New...